Ngalangi, Sebuah Tradisi Turun Temurun Yang Harus di Pertahankan

Javlec Indonesia, kemarin (15 Maret 2018) diundang masyarakat Jepitu untuk menghadiri acara tradisi tahunan yang sudah dilakukan secara turun menurun semacam sedekah laut yang dikenal dengan tradisi Ngalangi. Desa Jepitu sendiri adalah salah satu desa di Kecamatan Girisubo yang merupakan desa dampingan Javlec Indonesia dalam program Mitigasi Berbasis Lahan di Kawasan Karst Gunungkidul. Karena kedekatan ini, Javlec Indonesia mendapat kehormatan untuk menghadiri ritual tradisi tersebut.

Acara Ngalangi sendiri adalah sebuah upacara tradisi khas warga yang digelar oleh penduduk desa Jepitu, kecamatan Girisubo, kabupaten Gunungkidul sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan atas anugerah yang diberikan dan memohon rejeki untuk masa datang. Anugerah yang dimaksud terutama adalah hasil tangkapan ikan yang jumlahnya lumayan banyak, hingga bisa mencukupi kebutuhan masyarakat setempat.

upacara-pembukaan
Acara pembukaan upacara Ngalangi (sedekah laut) di pelataran pantai Jungwok Gunungkidul

Upacara tradisi Ngalangi ini secara rutin diadakan di Pantai Wediombo dan diikuti oleh pemerintah setempat dan ratusan warga baik yang berprofesi sebagai nelayan maupun petani. Beberapa dari mereka menggunakan pakaian adat Jawa. Mereka percaya dari hasil alam yang berlimpah merupakan bentuk wujud kecintaan Tuhan kepada makhluknya. Mereka juga yakin dengan menyisihkan sebagian hasil panen dan mengembalikannya ke alam merupakan cara menjaga suatu ikatan antara manusia dengan alam untuk saling memberi perlindungan dan rasa syukur atas apa yang telah diperoleh.

pemerintah-daerah-hadir
Pemerintah daerah dan masyarakat yang hadir menggunakan pakaian adat jawa.

Prosesi upacara Ngalangi (seharusnya) di awali dengan acara merentangkan gawar atau jaring yang dibuat dari pohon wawar. Jenis jaring ini konon digunakan untuk menangkap ikan sebelum adanya jaring dari senar yang dipakai sekarang. Gawar direntangkan dari bukit Jungwok hingga wilayah pasang surut pantai. Perentangan dilakukan saat air pasang, tujuannya adalah menjebak ikan yang terbawa ombak sehingga tak dapat kembali ke lautan –tapi secara simbolis, saat ini dilakukan hanya dengan menangkap ikan dengan jaring biasa–. Setelah air surut, ikan-ikan diambil. Warga kemudian sibuk membersihkan dan memasak ikan tangkapan.

menangkap-ikan
Menangkap ikan dengan jaring merupakan pengganti gawar dari pohon wawar yang sering dilakukan jaman dulu.

Dengan diiringi alunan bende dan gerakan reog gegrak. Warga membawa sesaji yang dibungkus anyaman daun kelapa berjalan melewati jalan yang naik turun melintasi persawahan dari pantai Jungwok menuju tepi pantai Wediombo dengan diiringi keprajuritan khas dari Gunungkidul.

kirab
Kirab dari pantai Jungwok, melewati ladang persawahan menuju pantai Wediombo

Kirab tersebut dilanjutkan dengan menyisir area tepi Pantai Wediombo ke arah selatan. Tidak lama kemudian arak-arakan atau kirab berhenti di pelataran Semar yang disakralkan penduduk sekitar. Area pelataran Semar saat ini telah dibikin sebuah pondasi permanen yang lebih tinggi yang dipergunakan selama acara Sedekah Laut Ngalangi Pantai Wediombo berlangsung.

pelataran-semar
Pelataran Semar yang disakralkan

Nasi kenduri dan bungkusan makanan yang dibawa warga ditaruh ditengah-tengah pelataran kemudian warga yang mengikuti prosesi sedekah laut ngalangi duduk melingkarinya. Beberapa ibu-ibu yang membawa selendang kain menggantungkan selendangnya di bagian depan dekat pohon yang dikeramatkan sebagai syarat dimulainya prosesi Upacara Adat Tradisi Ngalangi Pantai Wediombo.

nasi-kundiri
Nasi kenduri dan bungkusan makanan yang nantinya akan dimakan bersama

Prosesi Ngalangi Pantai Wediombo dimulai dengan ritual doa menghadap pohon tua yang dipercaya sebagai pepunden dan dikeramatkan di area pelataran Semar. Selendang digantungkan di sebuah tali di bawah pohon besar di pinggir pantai yang menjadi pusat ritual. Kemudian minyak wangi diusap-usapkan di seluruh selendang. Bau menyan tiba-tiba cukup tajam saat pemuka adat atau juru kunci membakarnya bersamaan dengan peletakan sesaji dan melantunkan mantera dalam hati. Ritual itu menjadi pembuka dalam upacara Ngalangi.

Kemudian acara dilanjutkan dengan beberapa sambutan dari pemuka adat setempat dilanjutkan dengan sambutan-sambutan lainnya dari wakil pemerintah daerah. Acara doa di pelataran ditutup dengan doa bersama yang dilakukan seluruh masyarakat yang hadir dalam prosesi tersebut.

sambutan
Sambutan dari wakil pemerintah daerah Gunungkidul

Upacara Adat Ngalangi Pantai Wediombo dilanjutkan dengan makan bersama antara masyarakat yang menjalankan prosesi ini dengan penonton yang hadir dalam acara tersebut. Bungkusan makanan dan nasi kenduri yang diletakkan ditengah-tengah langsung dibagian kesemua orang yang hadir dalam acara tersebut. Selanjutnya mereka membuka bungkusan makanan tersebut dan langsung memakannya secara bersama-sama. Bungkusan makanan dan kenduri yang ada berisi hasil bumi yang dipanen oleh masyarakat sekitar. Saat bungkusan tersebut dibuka berisi nasi dan lauk berupa tempe, serundeng, ikan laut, dan masakan khas desa yang diolah dari hasil bumi yang mereka panen.

makan-bersama

makan-bersama
Makan nasi kenduri bersama-sama

Prosesi larung sesaji Upacara Adat Ngalangi Pantai Wediombo dilanjutkan setelah selesai acara makan kenduri bersama. Tandu berisi sesaji hasil bumi masyarakat sekitar yang diletakkan ditengah pelataran dibawah ke arah utara menuju tempat perahu nelayan yang sedang bersandar. Tandu sesaji tersebut dinaikkan ke atas perahu kemudian perahu dibawa ke tengah laut atau sejauh kurang lebih lima kilometer dari bibir pantai untuk dilabuh atau dilarung.

tandu
Tandu berisi sesaji hasil bumi masyarakat yang akan dilabuh / dilarung

Prosesi larung sesaji Upacara Adat Ngalangi Pantai Wediombo ini hanya menggunakan satu buah perahu nelayan saja. Perwakilan masyarakat dan nelayan ikut dalam perahu nelayan untuk melakukan proses larung sesaji di tengah laut. Tidak banyak yang mengetahui bagaimana prosesi larung sesaji Tradisi Ngalangi Pantai Wediombo karena hanya menggunakan satu perahu yang terbatas kapasitas penumpangnya. Masyarakat sekitar percaya bahwa laut selatan dibawah kekuasaan Nyi Roro Kidul sehingga upacara sedekah laut juga dipersembahkan kepada Nyi Roro Kidul.

larung sesaji
Prosesi larung sesaji Upacara Adat Ngalangi ke tengah laut yang -konon- untuk persembahan penguasa laut selatan -Nyi Roro Kidul-

Upacara Adat Ngalangi ini merupakan salah satu tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat pesisir pantai kabupaten Gunungkidul khususnya masyarakat sekitar Pantai Wediombo. Tradisi ini memiliki banyak kesamaan dengan sedekah laut namun terdapat perbedaan dimana di bagian acaranya terdapat permohonan seorang yang memiliki hajat tersendiri dengan mempersiapkan larung sesaji sendiri yang diikutkan bersama-sama dalam prosesi larung sesaji.