Industri Kayu Lapis dari Sengon Menjanjikan
|Kutoarjo, Kompas – Permintaan ekspor kayu lapis berbahan baku sengon terus meningkat. Sengon, yang sebelumnya hanya dimanfaatkan untuk kemasan, kini sudah diterima pasar internasional sebagai bahan kayu lapis. Sayangnya, pasar Eropa, Amerika, dan Jepang masih sulit ditembus karena syarat sertifikasi legalitas kayu dan sertifikat ramah lingkungan.
”Tahun 2009 ekspor kami belum mampu tembus 7 juta dollar AS, tetapi tahun 2010 sudah menjadi 10 juta dollar AS. Tahun ini kami yakin bisa mencapai 15 juta dollar AS. Pasar terbesar ke Timur Tengah,” kata Hendri Utama, pemilik PT Indotama, yang memproduksi kayu lapis di Purworejo, Jawa Tengah, Senin (28/3).
Menurut Hendri, dulu sengon tidak banyak dilirik. Sengon hanya dipakai untuk papan cor atau kemasan mebel. Sekarang sengon menjadi bahan baku kayu lapis dan interior mobil yang banyak dilirik pengusaha. Dengan masa budidaya selama lima tahun, sengon menjadi pilihan bahan baku industri pengolahan.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, agar bisa menembus pasar Eropa, Amerika, dan Jepang, pelaku industri harus mengurus sertifikat legalitas kayu dan sertifikat ramah lingkungan. ”Tuntutan pasar internasional kini sangat tinggi, terutama produk berbahan baku kayu. Kalau mau bersaing, pengusaha harus bisa penuhi tuntutan tersebut,” ujar Mari.
Dia mengatakan, legalitas kayu juga berlaku untuk seluruh jenis produk berbahan baku kayu. Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sejak tahun 2009.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Tengah Ikhwan Sudrajat mengatakan, ekspor kayu lapis Jawa Tengah tahun 2010 mencapai 150 juta dollar AS. Selain di Purworejo, industri kayu lapis juga ditemui di Magelang dan Temanggung yang mencapai 50 pabrik. ”Nilai ekspor kayu lapis sekitar 35 persen dari total ekspor kayu Jawa Tengah senilai Rp 530 juta dollar AS,” ujar Ikhwan.
Kemhut memang semakin giat mempromosikan kegiatan menanam pohon yang bernilai ekonomi tinggi seperti sengon dan jabon. Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kemhut Iman Santoso mengatakan, penyerapan kayu rakyat oleh industri kayu lapis berdampak positif bagi pasar kayu dan minat menanam masyarakat.
Potensi kayu rakyat mencapai 20 juta meter kubik per tahun. Iman berharap, para pengusaha turut membantu petani hutan, yang umumnya mengelola lahan terbatas, memperoleh sertifikat SVLK. Baik petani maupun pengusaha akan untung.
(Sumber: Kompas, 29 Maret 2011)