Bisnis Kayu Komunitas Berkelanjutan (Bag.1)
|Sertifikasi FSC Hutan Rakyat dan Perhutanan Sosial
Pengelolaan hutan yang berkelanjutan merupakan prinsip dasar yang perlu dilakukan oleh otoritas pengelola hutan. Di dalam pengelolaan hutan komunitas, yaitu hutan rakyat dan perhutanan sosial pun perlu melaksanakan prinsip kelestarian ekonomi, sosial, dan ekologi bagi sumberdaya hutan dan masyarakat sekitar hutan.
Salah satu alat untuk menjamin prinsip kelestarian hutan terlaksana, dapat dibuktikan melalui sertifikasi pengelolaan hutan. Sertifikasi pengelolaan hutan merupakan proses menjalankan prinsip dan kriteria kelestarian yang didasarkan pada standar sertifikasi tertentu oleh pengelola hutan.
Koperasi Wana Manunggal Lestari sebagai pengelola hutan komunitas, yang meliputi hutan rakyat dan perhutanan sosial di Yogyakarta, memilih standar FSC sebagai dasar untuk pengelolaan hutan tanaman. Melalui lembaga audit SCS Global, pada April 2023, koperasi dapat memperoleh sertifikat FSC untuk pengelolaan hutan rakyat dan perhutanan sosial seluas 434,78 hektar di Kabupaten Gunungkidul. Pengelolaan hutan secara kolektif tersebut melibatkan 970 kepala keluarga petani hutan. Koperasi terus melakukan perluasan areal kelola dan meningkatkan jumlah petani penerima manfaat ke Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.
Terdapat 4 jenis pohon yang disertifikasi yaitu jati, mahoni, sengon, dan akasia. Per tahun, koperasi dapat melakukan penebangan sebanyak 458,81 meter kubik sebagai etat volume kayu agar kelestarian hutan tetap terjaga.
Pada aspek ekologi, koperasi dapat melakukan perlindungan pada sejumlah flora dan fauna yang ada di dalam area hutan yang dikelola secara kolektif. Beberapa tumbuhan yang dilindungi di antaranya adalah Klampok air, Elo, Kelumpit, Alas, Beringin, Ipik, Miri, Bulu dan lain-lain yang merupakan penyimpan air dan habitat beberapa hewan.
Sedangkan, beberapa hewan yang dikonservasi adalah elang jawa, landak, monyet, trenggiling, burung hantu, ular tali poces, luwak, dan lain sebagainya.
Selain itu, koperasi juga dapat melakukan perlindungan ketersediaan air pada 161 sumber air di 14 desa. Beberapa di antaranya adalah Belik Ayu, Luweng Sahgebang, Belik Ngebrak, Klampok Sari, Sanglor, Telaga Boromo, Embung Kali Wareng, dan lain sebagainya. (ewn)