Jati Dipilih Bukan Karena Teori, Dia Dipilih Karena Sejarah

Hutan Jati Gunung KidulNyari bibit jati itu gampang. Ndak perlu beli, tinggal cari anakan di hutan, dicabut terus tanam di kebon

Begitulah penuturan Mbah Tumino – petani hutan rakyat dari Pijenan, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang. Desa ini terletak dibagian barat daya Gunung Kidul, tidak terlalu jauh dari situs makam kerajaan Mataram di Imogiri (Bantul). Desa ini – bersama dengan desa lainnya di wilayah Kecamatan Panggang – banyak dikelilingi oleh hutan jati yang berstatus kawasan hutan negara. Kedekatan mereka dengan wilayah hutan yang didominasi oleh pohon jati itu membuat mereka tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan bibit jati. Ketika hutan masih cukup lebat pada tahun 1960-an sampai 1990-an, pohon jati tua banyak menghasilkan anakan yang tumbuh di kanan dan kiri pohon induk.

Meskipun dilarang memasuki kawasan hutan, masyarakat di Panggang banyak mengambil anakan pohon jati dan menanamnya di kebun mereka. Kebiasaan masyarakat menanam jati kembali berkembang setelah pemerintah mengembangkan program penghijauan menjelang tahun 1970-an. Dengan serta merta, masyarakatpun tidak hanya menunggu program pemerintah untuk menanam jati, karena mereka memang memendam keinginan untuk melakukan hal tersebut. “Menanam jati bagi masyarakat di sini sudah mengakar, tidak ada yang memerintah. Sejak larangan menanam jati tahun 1965 dicabut lewat perintah Bupati Darmakum, masyarakat beramai-ramai menanam jati yang sarat manfaat. Kemidian, waktu itu -kehutanan membagikan bibit jati kepada masyarakat”, demikian tutur Mbah Tumino.

Tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan dengan pasti sejak kapan masyarakat Gunung Kidul mengenal jati. Sejak jaman dahulu, kawasan hutan di daerah Gunung Kidul telah dipenuhi dengan tanaman jati. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan kayu jati sebagai bahan baku pada rumah dan perabotan yang telah berumur tua. Masih tutur Mbah Tumino, “Kami ya tahunya kalo pohon kayu di hutan itu jati, apalagi yang dipakai buat rumah dan mebel. Kalau kayu lain… ya ndak bisa bagus”