Pusat Informasi Mangrove Tanjung Batu Siap di Resmikan
|Ekowisata Mangrove merupakan ekowisata yang menjanjikan. Wisatawan baik lokal dan mancanegara sangat mengagumi wisata mangrove dengan keindahan maupun keberagaman jenis tanaman penyusun mangrove. Wisata ekowisata mangrove saat ini juga menjadi trend karena ekowisata ini mampu memberikan pendapatan sekaligus ekologi dan lingkunganya tetap terjaga.
Dalam proyek “Membangun Usaha-usaha Ramah Lingkungan Berbasis Potensi Lokal di Wilayah Timur Kabupaten Berau” yang dikerjakan Konsorisum Javlec Indonesia didukung oleh MCA Indonesia (MCAI), pengembangan Ekowisata di Desa Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan menjadi bagian dari proyek yang diharapkan mampu memberikan solusi keberlanjutan pengelolaan kawasan mangrove yang ada, baik dari aspek konservasi, pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat serta aspek pembelajaran masyarakat.
Dipilihnya Tanjung Batu sebagai pengembangan ekowisata karena keanekaragaman mangrove yang ada ada di dalamnya. Ada beberapa jenis yang tidak bisa ditemukan di daerah lain. Hal ini pun menjadi peluang dalam pengembangannya. Selain sebagai objek wisata, destinasi ini bisa dijadikan sebagai Pusat Informasi Mangrove di Kalimantan Timur.
Menurut Program Manager Proyek, Fachrudin Rijadi, “Saat ini proses pembangunan Pusat Informasi Mangrove dan Wisata Alam (PIM-WA) sudah hampir mencapai 100 persen. Dan rencananya akan diresmikan dan dibuka untuk wisatawan pada tanggal 20-21 Februari 2018 nanti”.
“Jika sebelumnya Tanjung Batu ini hanya sebagai pintu masuk wisatawan ke Pulau Derawan, dengan dibukanya Pusat Informasi Mangrove dan Wisata Alam ini diharapkan akan bisa menarik wisatawan untuk berkunjung dan menikmati keanekaragaman mangrove di Tanjung Batu ini”, lanjutnya.
Di kawasan hutan mangrove yang di membentang dari utara ke selatan, hanya 3.96 hektar saja yang sementara ini di kelola sebagai ekowisata. Kawasan ini memiliki atraksi alam berupa pohon-pohon bakau berusia ratusan tahun, sejumlah jenis satwa, hingga pemandangan alam.
Selain itu, di kawasan ini juga dibangun jembatan (trek) sepanjang kurang lebih 2 kilometer yang mengelilingi hutan. Juga terdapat satu menara pandang setinggi kurang lebih 15 meter dan dua gazebo untuk tempat beristirahat mengingat panjangnya jembatan ini.
Jembatan (trek) ini juga ramah bagi para difabel, karena dibuat lebih besar dari yang biasanya ada di tempat wisata mangrove lainnya. Disekililing jembatan sudah terpasang pagar untuk pengamanan. Kayu-kayu lantainya dipilih dan dipasang dengan rata sehingga lancar bagi para difabel yang menggunakan kursi roda. Dengan lebar hampir 2 meter, jembatan ini memungkinkan untuk kursi roda yang berpapasan.
Setelah peresmian nanti, Pemeliharaan dan pengelolaan ekowisata ini akan dikerjakan oleh masyarakat melalui Badan Usaha Milik Kampung.