Bisnis Kayu Komunitas Berkelanjutan (Bag.3)
|Mengatur Rantai Pasok Kayu
Rantai pasok kayu adalah rangkaian aliran produk kayu, informasi, dan uang dari hutan sampai dengan konsumen akhir. Di dalam rantai pasok terdapat aktor-aktor yang melakukan kegiatan ekonomi atas produk kayu tersebut. Di mulai dari simpul hutan sampai dengan konsumen akhir terdapat petani hutan, pedagang kayu, koperasi, pengusaha kayu lapis, pengusaha mebel, toko bangunan, dan lain sebagainya.
Koperasi Wana Manunggal Lestari merupakan aktor yang berada pada simpul hutan, simpul tengah, dan juga simpul akhir. Dengan produk kayu bulat dan kayu gergajian, koperasi dapat berperan sebagai pedagang kayu dan juga dapat menjadi pengolah kayu. Tergantung dari permintaan konsumen kayu, koperasi melayani permintaan kayu sesuai dengan jenis, bentuk, dan kualitas kayu.
Yang terpenting dari rantai pasok kayu, di dalam pengelolaan hutan secara kolektif oleh koperasi, adalah harus tetap patuh dan konsisten pada jatah tebang tahunan yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan hutan. Di dalam dokumen perencanaan hutan, koperasi menetapkan jatah tebangan senilai 458,81 m3/tahun. Ini bertujuan agar prinsip kelestarian produksi dapat terjaga secara terus menerus. Selain itu, aspek ekologi dan sosial masyarakat juga dapat dikelola dengan baik.
Mempertahankan Sistem Internal Kelestarian Hutan
Sertifikasi pengelolaan hutan dibangun atas prinsip, kriteria, dan indikator kelestarian hutan. Demikian juga pada standar pengelolaan hutan FSC bagi petani hutan di Indonesia. Standar tersebut diterjemahkan oleh Koperasi Wana Manunggal Lestari dalam bentuk sistem kendali internal yang dapat membuktikan bahwa prinsip, kriteria, dan indikator kelestarian hutan telah diterapkan. Bukti-bukti tersebut dapat berupa prosedur operasional, pencatatan, dan dokumentasi lainnya.
Koperasi Wana Manunggal membangun sistem dan melakukan uji coba prosedur operasional setidaknya selama 12 bulan, yaitu pada awal tahun 2022. Pada April 2023, koperasi memperoleh sertifikat FSC dari SGS Global untuk pengelolaan hutan.
Mengkoordinasikan dan mengelola sebuah sistem internal yang didasarkan pada standar FSC membutuhkan sumberdaya manusia dan logistik sarana prasarana. Pengelolaan sistem internal koperasi dilakukan oleh sebuah tim yang disebut dengan Internal Control System (ICS) yang terdiri dari pengurus koperasi dan perwakilan petani hutan berdasarkan pada wilayah hutan. Terdiri dari 12 orang di dalam ICS, mengelola areal hutan secara kolektif dalam aspek produksi, ekologi, dan sosial.
Sistem internal tersebut juga perlu disosialisasikan kepada petani-petani hutan melalui pertemuan kelompok tani hutan. Sebagai pemilik tanah, petani hutan berkewajiban ikut mempertahankan dan menjaga kelestarian hutan sesuai dengan sistem kendali internal yang dibangun bersama dalam koperasi. (ewn)