Strategi FKPDAS DIY Atasi Krisis Sub DAS Gajah Wong
Yogyakarta, 4 Agustus 2025 — Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (FKPDAS) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar rapat koordinasi untuk merumuskan arah strategis pengelolaan DAS berbasis wilayah kritis. Rapat ini menghasilkan beberapa poin krusial yang menegaskan pentingnya penanganan wilayah hulu, identifikasi para pengguna sumber daya air (user), serta delineasi aktor untuk mendukung langkah konservasi berkelanjutan di Sub DAS Gajah Wong.
Langkah awal yang diprioritaskan adalah penentuan area kritis sebagai akar masalah yang berfokus pada wilayah hulu. Dalam hal ini, delineasi aktor dan pengguna menjadi syarat utama untuk menentukan secara tepat wilayah cakupan kerja FKPDAS, yang berskala provinsi dan bukan terbatas pada lingkup kabupaten/kota.
Upaya identifikasi lokasi kritis DAS melalui koordinasi dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) menjadi dasar bagi penentuan tindakan konservasi yang presisi. Informasi ini menjadi acuan penting untuk mengarahkan fokus kerja FKPDAS, sekaligus menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) yang relevan dengan tantangan lokal.
Salah satu hasil diskusi menyepakati bahwa penyusunan Pergub akan difokuskan pada Sub DAS Gajah Wong sebagai pilot project. Wilayah ini dinilai representatif untuk dijadikan basis kebijakan karena kompleksitas aktor, ragam pemanfaatan lahan, dan tekanan terhadap air tanah yang signifikan. Pemetaan pengguna air di Sub DAS Gajah Wong pun menjadi fokus utama, termasuk penguatan peran NGO sebagai mediator antara masyarakat dan pemangku kebijakan.
FKPDAS menitikberatkan perlunya inventarisasi dan kajian akademik menyeluruh terhadap objek, lokasi, dan karakteristik pengguna air di wilayah tersebut. Identifikasi ini akan digunakan sebagai basis penetapan arah regulasi yang tidak hanya bersifat teknokratis, tetapi juga responsif terhadap konteks sosial-lingkungan di setiap kalurahan yang masuk dalam kawasan DAS.
Isu kelembagaan turut mencuat, terutama terkait dengan keanggotaan BPDAS yang secara struktural tidak dapat masuk dalam Dewan Sumber Daya Air (DSDA) DIY dan hanya berperan sebagai undangan. Hal ini menjadi tantangan koordinatif yang perlu ditindaklanjuti melalui mekanisme kelembagaan yang lebih fleksibel dan kolaboratif.
Selain itu, FKPDAS juga menindaklanjuti rencana kegiatan Agustus, termasuk pembuatan dua unit sumur resapan di daerah Winongo sebagai bagian dari upaya konkret menahan laju penurunan air tanah. Di samping itu, pengambilan ulang podcast dijadwalkan pada 12 Agustus pukul 14.00 WIB, sebagai media kampanye penyadartahuan publik.
FKPDAS juga merencanakan keterlibatan sektor swasta melalui undangan kepada pihak CSR untuk terlibat dalam proses penyusunan Pergub. Ditekankan pula bahwa DI Yogyakarta belum memiliki alokasi anggaran khusus untuk Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH), padahal peran mereka krusial dalam implementasi kebijakan di lapangan.
Melalui pendekatan terfokus pada Sub DAS Gajah Wong sebagai proyek percontohan, FKPDAS berharap dapat membangun model tata kelola DAS yang inklusif, berbasis data, dan mampu direplikasi ke wilayah lain di DIY. Pendekatan ini sekaligus menjembatani upaya teknis dengan kepentingan masyarakat akar rumput, serta mendukung visi pembangunan berkelanjutan dalam skala provinsi. (Javlec)
