Akar Penyebab Rentan Miskin di Kampung Teluk Harapan
|Seperti telah di jelaskan dalam artikel sebelumnya, orientasi penghidupan ekonomi masyarakat Kampung Teluk Harapan telah mengalami perubahan dari kehidupan nelayan menjadi masyarakat penyedia wisata. Perubahan ini ditandai dengan peralihan profesi penduduk dari nelayan menjadi pembawa speedboat tukang atau mengusahakan home stay atau penginapan. Perpindahan profesi ini di satu sisi disebabkan karena hasil ikan yang tidak menentu. Ketersediaan ikan dianggap sudah berkurang karena hampir semua nelayan menggunakan jaring untuk menangkap ikan. Ketika ikan-ikan kecil sudah terambil jaring, nelayan sulit untuk memisahkan dan melepaskan ikan-ikan kecil tersebut.
Lain dari itu, penghasilan sebagai nelayan dalam pandangan mereka tidak menentu karena faktor cuaca dan setelah kapal loading yaitu kapal dari Malaysia yang semula sering datang untuk membeli ikan kerapu hidup tidak lagi datang yang disebabkan adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk menghentikan kapal-kapal asing yang datang mencari ikan (illegal fishing).
Namun kedua faktor ini tidak akan dibahas secara lebih lanjut dalam strategi penanggulangan kemiskinan karena faktor-faktor penyebabnya sulit untuk ditanggulangi dan di luar kendali masyarakat dan lagi pula profesi penduduk mereka sudah beralih ke penyedia jasa wisata.
Meski sudah beralih ke jasa wisata namun penghasilan mereka masih dirasa rentan sebagaimana ditunjukkan pada gambar di bawah. Mereka yang mengusahakan produk kerajinan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar Pulau Maratua seperti batok kelapa, kerang dan lain sebagainya mengatakan bahwa produk kerajinan mereka belum terlalu banyak diminati orang/pengunjung karena produknya belum begitu beragam dan kualitasnya juga belum bagus. Hal ini disebabkan karena kurangnya pelatihan dan pendampingan untuk pengrajin. Kalaupun ada pelatihan maka pemilihan peserta tidak tepat sasaran.

Sementara itu para pengusaha home stay dan penginapan mengatakan bahwa pendapatan mereka tidak menentu karena kurangnya promosi. Secara terpisah beberapa informan juga menjelaskan bahwa pengelola home stay juga jarang mendapat pelatihan jasa wisata sehingga aspek kenyamanan seringkali tidak diperhatikan.
Dalam obeservasi tim kajian ketika menggunakan jasa speedboat reguler dari Bohebukut menuju Tanjung Redeb, ibukota kabupaten Berau, pembawa speedboat dan juga Anak Buah Kapal (ABK) tidak terlalu memperhatikan keselamatan penumpang. Ketika penumpang naik speedboat tidak diminta untuk mengenakan pelampung yang tersedia dan juga tidak diberi penjelasan apa yang harus dilakukan ketika terjadi sesuatu. Lebih dari itu, saat perjalanan menuju ke Tanjung Redeb, nahkoda dan ABK bahkan merokok meski bau bensin sangat menyengat di speedboat tersebut. Dengan kata lain, aspek keamanan penumpang yang sangat penting dalam bisnis wisata belum terlalu diperhatikan.
Mengacu pada beberapa akar masalah tersebut, peserta FGD melihat bahwa masalah rentan miskin lebih disebabkan oleh (1) kurangnya kualitas produksi dan jaringan pemasaran, (2) pengeluaran rumah tangga yang banyak dan (3) kurangnya keterampilan dalam mengelola jasa wisata.
Bagaimana strategi dalam mengatasi permasalah tersebut ?
Penjelasan tersebut akan disampaikan pada artikel tentang strategi yang nanti ditulis setelah semua akar permasalah di daerah dampingan termuat seluruhnya.