Bunga Bunga Pesisir Pantai

“Perempuan hanya bisa mengurus dapur, sumur dan kasur”

Argumen klasik tersebut akan rontok apabila kita berkenalan dengan perempuan-perempuan di Tanjung Batu, Teluk Semanting dan Teluk Alulu. Mereka adalah perempuan-perempuan yang menjadi kunci ketahanan ekonomi dan pendidikan bagi anak-anak dalam keluarganya.

Keuletan dan ketelitian perempuan di ketiga kampung tersebut punya kontribusi penting dalam keberlangsungan hidup keluarganya. Namun yang menjadi persoalan adalah pola perilaku dari aktifitas tersebut tidaklah secara gamblang bisa kita lihat tanpa berkenalan dan mengenal kondisi kesehariannya. Walaupun mereka beraktifitas di dalam rumah dan jarang bersentuhan dengan terik matahari, para perempuan tersebut ternyata menyimpan keterampilan dan kecerdasan.

Berkat ketermapilan dan keuletan mereka, kelapa diubah menjadi minyak goreng yang memudahkan setiap rumah mengelola makanan. Mengubah ikan dan memadukan dengan tepung menjadikan kerupuk ikan yang renyah disantap dan laku dijual. Ketelitiannya mengurus keuangan rumah tangga menjadikannya aktor penting dalam manajemen uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pembangunan rumah dan biaya pendidikan bagi anak-anak mereka.

Siapa paling mengetahui kondisi anak dalam rumah tangga? Siapa yang paham kondisi ekonomi dalam rumah tangga? Kedua pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan satu jawaban, yakni perempuan. Aktifitas mereka yang mengurusi kebutuhan domestik rumah tangga membuat perempuan peka dan cekatan dalam mengambil langkah solutif dari persoalan yang dihadapi rumah tangganya. Bukan berarti bahwa laki-laki tidak memiliki sumbangsih dalam rumah tangga. Lelaki Alulu bekerja sebagai nelayan, beraktifitas di laut. Uang hasil kerja suami di serahkan kepada istri dan penyimpanan serta pengatur uang ditangan istri.

Salah satu bukti kepiawaian istri dapat dilihat dari kehidupan rumah tangga Pak Sahdin. Pak Sahdin baru saja menyelesaikan pembangunan rumah tahap awal yang menghabiskan uang sekitar Rp. 150 Juta. Uang hasil penjualan ikan hasil tangkapan dikelola istrinya tanpa mengurangi kebutuhan harian rumah tangganya.

Sebelum Javlec melaksanakan programnya ada tahapan riset yang dilakukan guna mengidentifikasi aktifitas perempuan. Riset tersebut melibatkan peneliti profesional guna mengumpulkan data dan analisis. Data hasil penelitian tersebut digunakan Javlec dalam merancang program yang akan dilaksanakan di lokasi program. Dari data yang diperoleh, perempuan di ketiga kampung tersebut memiliki waktu luang, keterampilan dan keuletan yang bisa dimanfaatkan untuk berkegiatan bersama Javlec. Pemetaan waktu sudah dilakukan bersamaan juga dengan pemetaan potensi kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perempuan. Oleh karena itu, beraktifitas bersama perempuan di lokasi program bukanlah yang tidak mungkin.

kegiatan kelompok
Kegiatan Kelompok Perempuan Desa Tanjung Batu

Pemahaman akan fungsi-fungsi dari pelatihan yang diusung oleh Javlec dapat dipahami oleh para perempuan penerima program. Memang ada pengulangan materi pelatihan, namun sekedar mengingatkan kembali dari apa yang pernah disampaikan.

Program gender dilakukan oleh staf Javlec yang bernama Maria. Maria merupakan staf Yayasan Pendidikan Anak Bangsa yang menjadi salah satu lembaga Konsorsium Javlec untuk program di Kalimantan Timur. Maria mengorganisir perempuan dari ketiga desa dampingan dan memberikan pelatihan terkait kesetaraan gender dan peran perempuan. Koordinasi pelatihan dilakukan Maria yang bekerjasama dengan kepala kampung dan ibu-ibu PKK. Setiap kampung dampingan mengirimkan perwakilan perempuan kemudian mengikut pelatihan di satu lokasi yang sama.

Bagi perempuan Alulu, pergi ke luar pulau dan menginap lebih dari 2 hari adalah aktifitas yang jarang dilakukan, bahkan beberapa perempuan Alulu yang terlibat pelatihan merupakan pengalaman baru. Perempuan Bajo sehari-hari di rumah, melakukan pekerjaan di rumah. Aktifitas produksi di luar rumah hanya mengumpulkan kelapa. Perempuan Bajo tidak terlibat di laut, bahkan penjualan hasil tangkapan juga dilakukan oleh laki-laki Bajo. Mereka bertugas mengatur keuangan dari hasil kerja suaminya.

Dari ketiga kampung tersebut ada beberapa perbedaan dalam diri perempuannya. Ketergodaan terhadap belanja bisa diidentifikasi berdasarkan akese terhadap pasar. Perempuan Alulu ketika dibawa ke kota untuk ikut pelatihan cenderung menyiapkan waktu khusus untuk belanja. Lebih dari Rp. 1 Juta uang mereka habiskan untuk belanja. Berada di kota merupakan kesempatan yang langka, sehingga mereka memaksimalkan waktu untuk mencari barang kebutuhan sehari-hari yang tidak bisa mereka dapatkan di kampungnya.

Perempuan Semanting pun serupa, hanya saja tidak sekalap perempuan Alulu, akses terhadap pasar lebih dekat. Kesempatan berangkat ke kota lebih mudah dari pada perempuan yang tinggal di Alulu. Perempuan Tanjung Batu aksesnya lebih dekat lagi, karena mereka dekat dengan kota, sehingga kapan saja bisa membeli barang yang dibutuhkan. Saat ada waktu luang dipelatihan, perempuan dari Tanjung Batu menghabiskan waktu dengan jalan-jalan. Jarang dari mereka yang kalap belanja layaknya perempuan dari Semanting apalagi Alulu.

Perbedaan berikutnya adalah terkait peran perempuan dalam rumah tangga. Perempuan Semanting merupakan palu gadha bagi keluarganya. Perempuan Semanting bukan hanya mengatur keuangan, namun juga berkontribusi dalam pemasukan keuangan rumah tangga dengan memproduksi makanan olahan. Terkadang pula mereka terlibat dalam program ekonomi dan konservasi yang dilakkukan LSM lingkungan di Teluk Semanting seperti pembibitan mangrove. Padatnya aktifitas ekonomi ditambah lagi dia harus melayani suami seperti menyiapkan makanan di piring dan mengurus pekerjaan rumah tangga yang lain.

Perempuan Tanjung Batu kondisi lebih baik, beberapa suami yang istrinya sering ikut pelatihan sudah mulai paham pentingnya pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Para leleki di Tanjung Batu beberapa ada yang ikut kegiatan BUMK, jadi bukan hal yang baru kalau istrinya berkegiatan di luar rumah.

Dari ketiga lokasi dampingan, perempuan Teluk Alulu paling bebas. Perempuan Alulu lebih sering ditinggal pergi suaminya melaut. Setelah pekerjaan rumah selesai mereka punya cukup waktu luang untuk berkegiatan di luar rumah.

Dikarenakan fasilitator yang bertugas mendampingi perempuan di Alulu adalah seorang perempuan, ini memudahkan proses pendekatan program. Maria terbuka bagi perempuan yang dia dampingi untuk cerita, curhat kesehatan, kondisi ekonomi, bahkan produk kecantikan. Gemarnya perempuan bercerita memunculkan istilah tumpis, yakni bergosip. Gosip yang beredar di kalangan ibu-ibu biasanya membahs tentang produk kecantikan, pakaian dan keuangan rumah tangga.

Kecenderungan dari mereka adalah belanja barang-barang pendukung. Rumah belum jadi tapi sudah membeli perabot pendukung seperti sound system. Ini sesuai dengan data yang diperoleh sebelum program berlangsung. Dari data dan analisis yang sudah dilakukan, penduduk di ketiga kampung adalah rentan miskin. Hal tersebut dikarenakan mereka mudah tergiur membeli barang-barang ketika pergi ke kota.

pelatihan inkluasi keuangan
Foto bersama peserta pelatihan

Disela-sela curhatan, Maria menyelipkan materi gender dan manajemen keuangan rumah tangga. Ini merupakan solusi dari materi yang belum dipahami peserta saat pelatihan yang berlangsung dalam forum. Pendekatan personal yang dilakukan fasilitator inilah yang membuat penduduk percaya dan mau terlibat dalam pelaksanaan program.