Diskusi: Rencana Gugatan Menteri Kehutanan
|Tanggal 27 April 2009 lalu, Javlec mengundang pemerhati kehutanan masyarakat dari Yogyakarta dan sekitarnya untuk berdiskusi. Dalam kesempatan tersebut, Rakhmat Hidayat dari Warsi dan Dadang Tri Sasongko dari Transparansi International hadir sebagai narasumber.
Diskusi tersebut mengawali rencana untuk mengugat Mentri Kehutanan atas kelalaiannya atas penetapan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa. Hingga saat ini lebih dari 700 ribu ha hutan perijinannya berhenti di Departemen Kehutanan. Pertemuan putaran pertama tersebut membahas mengenai beberapa langkah hukum yang memungkinkan diambil sehubungan dengan hal tadi. Rencananya, akan ada putaran ke dua di Kalimantan Tengah dan ke tiga di NTB sebelum membawa usulan ini ke meja hijau.Diskusi dibuka dengan paparan Rakmat Hidayat mengenai ketidakseriusan Departemen Kehutanan dalam menindaklanjuti program HKm dan Hutan Desa. “Untuk mendapatkan ijin pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan, masyarakat perlu mengeluarkan modal besar. Apakah harus Green Peace datang baru kemudian mentri teken ijinnya? Itu pun sangat mahal, untuk mendatangkan menteri, Green Peace harus mengeluarkan uang 100 juta. Di Gunungkidul biaya mendatangkan menteri sampai 50 juta. Kalau dibiarkan, hanya yang kuat dan yang dekat yang akan dapat. Sebenarnya pemerintah sendiri yang menargetkan 2,5 juta hektar sampai 2014. 2 juta hektar untuk hutan kemasyarakatan dan 500 ribu untuk hutan desa, tapi faktanya, target tidak pernah tercapai.”
Dalam presentasinya, Rakhmat juga menjelasan hingga kini tuntutan percepatan penambahan luas HKm dan Hutan Desa tidak didukung kepastian kebijakan. Di daerah sendiri, peluang HKm dan Hutan Desa kurang ditangkap oleh daerah karena usulannya sangat rendah.
Ilham kurniawan dari Warsi menyampaikan beberapa opsi apabila para pegiat kehutanan hendak menggugat menteri. “Ada dua persoalan besar yang kasuistik: penundaan ijin HKm dan Hutan Desa serta reforma birokrasi. Saat ini kita fokus dahulu pada penundaan ijin. Jika kita memilih sengketa dalam jangka pendek, kita bisa menggunakan ombudsman. Kalau untuk jangka panjang, kasusnya bisa diajukan ke MK atau MA. Selama ini tercatat ada tujuh kali UU Kehutanan diajukan ke MK.”
Dadang Tri Sasongko dari Transparasi Internasional menambahkan jika untuk mendukung gugatan tersebut perlu ada strategi khusus. Apabila satu cara yang ditempuh dianggap tidak memadai atau ideal, perlu ada dukungan cara lain. Mulai dari menggunakan media untuk mempopulerkan isu, mengorganisir warga atau kelompok yang memiliki kepentingan sama, hingga mengumpulkan bukti kuat.