Energi Bersih: Solusi Tanggulangi Perubahan Iklim

Hasil penelitian yang dirilis World Resource Institute (WRI) menyebutkan Indonesia berada di urutan enam negara penyumbang emisi karbon terbesar. Produksi emisi karbon Indonesia mencapai 1,98 miliar ton setiap tahunnya. Salah satu kontributor tertinggi emisi karbon di Indonesia ialah sektor energi.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan emisi karbon sektor energi mengalami peningkatan sebesar 2,43 persen per tahun. Peningkatan emisi ini terjadi karena adanya peningkatan pertumbuhan konsumsi energi dengan rata-rata 2,35 persen per tahun.

Emisi karbon sektor energi pada tahun 2015 mencapai 261,89 juta ton CO2. Berdasarkan jenis energi, pangsa emisi ini didominasi oleh Bahan Bakar Minyak sebesar 64 persen, kemudian diikuti oleh Batubara sebesar 16 persen, gas 12 persen, dan LPG 8 persen.

climate-change

Sedangkan jika berdasarkan pembakaran energi di setiap sektor pengguna pada tahun 2015 mencapai 261,89 juta ton CO2. Pangsa emisi ini didominasi oleh sektor transportasi sebesar 53 persen, kemudian diikuti oleh sektor industri sebesar 35 persen, rumah tangga 8 persen, lainnya 3 persen, dan komersial 1 persen.

Tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan yang terjadi setiap tahun dan semakin maraknya transportasi umum berbasis aplikasi online, memang memberikan kemudahan mobilisasi berbiaya rendah. Namun, di sisi lain, hal tersebut menjadi faktor penyebab meningkatnya emisi karbon di Indonesia.

Tentunya, kondisi ini tidak sustainable bagi keberlangsungan bumi dan aktivitas manusia dalam jangka panjang. Karena emisi karbon yang tinggi dapat menyebabkan pemanasan global kian meningkat dan hal ini berdampak pada perubahan iklim yang menyebabkan lumpuhnya berbagai sektor kehidupan.

Maka perlu ada upaya pengurangan emisi karbon untuk mencegah naiknya tingkat pemanasan global yang menyebabkan pergeseran waktu datangnya musim. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni meningkatkan penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi emisi karbon. Hal ini juga sesuai dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Conference of the Parties(COP) 21 UNFCCC di Paris, Perancis bahwa Indonesia berkomitmen m‎enurunkan emisi karbon sebesar 29 persen pada tahun 2030.

Saat ini penggunaan energi terbarukan di Indonesia masih jauh dari target pengurangan emisi. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran pemanfaatan sumber energi per 2015 masih dikuasai oleh energi fosil. Perinciannya, sumber energi minyak bumi masih menjadi tumpuan utama masyarakat Indonesia dengan mencapai 43 persen. Diikuti energi batubara sebesar 28 persen dan gas bumi 22 persen. Sedangkan penggunaan energi terbarukan baru mencapai 6,2 persen.

Padahal potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia sangatlah besar. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan Indonesia menempati urutan kedua setelah Amerika Serikat sebagai negara dengan potensi energi terbarukan geothermal terbesar di dunia dengan potensi panas bumi sebesar 29.543,5 MW. Namun dengan potensi sebesar itu, baru sekitar 1.438,5 MW yang terpasang di Indonesia.

Realisasi pengembangan panas bumi di Indonesia relatif tertinggal dibandingkan dengan sejumlah negara lain, seperti Filipina, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Jepang. Bahkan, kapasitas panas bumi yang terpasang di Filipina sudah mencapai 74% dari total potensi yang ada di negara tersebut. Jauh di atas Indonesia yang baru mencapai 4,8 persen pada 2016.

Salah satu hambatan yang menjadi penyebab tidak berkembangnya sektor energi terbarukan di Indonesia yakni kurangnya kerangka kebijakan untuk mengembangkan sektor energi terbarukan sebagai energi alternatif dan bagian dari proyek ketahanan energi.

Perlu ada political will dari pemerintah untuk memulai langkah pengembangan energi terbarukan. Jika tidak, maka ancaman krisis lingkungan hidup akan semakin nyata, mengingat perubahan iklim akibat pemanasan global semakin mengganggu produktivitas manusia. (JPP)