Menuju Verifikasi Legalitas Kayu Hutan Hak

pelatihan pendamping

 

 

 

 

Pada 21 Januari pukul 18.00, seluruh peserta, panitia, dan pemateri serentak turun dari Gunung Kidul ke Yogyakarta. Sebagian besar dari mereka kemudian melanjutkan perjalanan: yang tinggal di Yogyakarta kembali ke kantor atau ke rumah; yang dari luar Yogyakarta ke stasiun, travel, terminal, atau bandara.

Sore itu semua tampak lelah. Tentu saja. Mereka telah dikarantina selama lima hari di Wanagama I, Gunung Kidul, untuk mengikuti “Pelatihan Pendampingan Pemilik Hutan Hak/Rakyat pada Verifikasi Legalitas Kayu (VLK)”. Setiap harinya, kecuali Jumat, pelatihan yang diselenggarakan oleh Fakultas Kehutanan UGM dan Multistakeholder Forestry Programme II itu berlangsung sejak pagi hingga malam hari. Bahkan dalam beberapa kasus, ketika diskusi begitu menarik dan para peserta enggan menyudahi, kegiatan berjalan hingga larut malam.

Pelatihan sejatinya baru dibuka oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Mohammad Na’iem, hari Senin, 17 Januari 2011, pukul 8.30. Namun peserta, yang mayoritas berlatar belakang pegawai dinas kehutanan dan pegiat LSM, telah berkumpul di Wanagama I pada Minggu malam.

Inti dari pelatihan ini tak lain menyiapkan peserta untuk menjadi pendamping kelompok pemilik hutan hak yang kompeten di bidang sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). SVLK merupakan alat sekaligus mekanisme untuk menilai keabsahan (legalitas) kayu yang diperdagangkan atau dipindahtangankan berdasarkan aturan perundangan yang berlaku. Penilaian atas legalitas kayu itu dimulai sejak “hulu” (lokasi penebangan) hingga “hilir” (pasar).

Dalam pelatihan ini peserta diberi sekian banyak materi yang diperlukan untuk mendampingi petani hutan hak menyongsong sertifikasi legalitas kayu. Materi-materi itu antara lain “Fasilitasi, Monitoring, dan Latih-Damping (Coaching)”, “Penguasaan Konteks VLK dan PHMBL”, dan “Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan Kelompok”. Yang menjadi pemateri ialah Nunuk Supriyanto, Exwan Novianto, Irfan Bachtiar, Agus Setyarso, Suryanto Sadiyo, Hari Cahyono, Teguh Yuwono, dan Djoko Supriyadi.

Kendati hanya akan mendampingi pemilik hutan hak, peserta diharapkan pula memiliki kepiawaian fasilitasi multipihak. Sebab SVLK adalah soal ketelusuran kayu dari hulu hingga hilir. Jadi, seperti tuturkan Irfan, SVLK tak sekadar melibatkan pemilik hutan, tetapi juga pengepul kayu, instansi pemerintah, hingga perusahaan pengolah dan pemasar kayu. Untuk itu peserta juga dibekali pengetahuan analisa situasi dan kondisi, seperti memetakan siapa saja yang berkepentingan, bagaimana konflik diantara mereka, dan seterusnya.

Pada Jumat 21 Januari, sebelum pelatihan ditutup oleh Helmi Basalamah (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kehutanan), diadakan evaluasi atas praktik pendampingan yang dilakukan peserta sehari sebelumnya. Yang menjadi pokok evaluasi ialah bagaimana penguasaan peserta terhadap prinsip-prinsip fasilitasi dan pemahaman atas langkah-langkah dasar fasilitasi kelompok.

Add a Comment