Upaya Konservasi Air di Hargobinangun: Tantangan dan Solusi

Sesi Diskusi Multi Pihak (dok.javlec)

Sejak erupsi Gunung Merapi pada tahun 1994, debit mata air di kawasan Hargobinangun terus mengalami penurunan. Sumber-sumber air seperti Kali Boyong, Umbul Wadon, dan Umbul Candi menghadapi tantangan serius yang perlu segera ditangani. Berbagai upaya penanaman telah dilakukan di kawasan atas Merapi, namun tanpa desain perawatan yang memadai, banyak tanaman yang mati sehingga hasil konservasi kurang optimal.

Dalam sesi diskusi pada Sosialisasi Program Konservasi Air di Harjobinangun yang digagas Yayasan Javlec Indonesia bersama PT Sarihusada Generasi Mahardhika Yogykarta di Pendopo Tankaman Hargobinangan pada tanggal 6 Mei 2025 lalu, berbagai pihak turut mengemukakan pandangannya mengenai masalah ini.

Perwakilan dari Kalurahan Hargobinangun menekankan pentingnya konservasi terintegrasi yang melibatkan kerja sama antara masyarakat hulu dan hilir. Pasalnya, beberapa wilayah di bagian bawah Kalurahan Hargobinangun mulai bergantung pada air resapan dari sungai saat musim kemarau, padahal sungai tersebut berisiko tercemar oleh bakteri berbahaya.

Sementara itu, kelompok Warih Lestari menggarisbawahi tantangan teknis dalam penggunaan sumur resapan. Kapasitas serapan buis beton yang terbatas menyebabkan sumur cepat penuh saat hujan turun. Oleh karena itu, diperlukan inovasi dalam material serta metode resapan air. Ide mengenai tabungan air juga menjadi salah satu gagasan yang diusulkan, mengingat saat kemarau, Umbul Wadon sudah tidak mampu menyuplai air hingga ke permukiman di Kaliurang atas.

Kelompok petani kopi pun menghadapi tantangan yang serupa. Kekeringan berakibat pada meningkatnya angka kematian tanaman kopi, sementara permintaan pasar terus meningkat. Solusi berupa integrasi kolam tampungan air dan tabungan air menjadi salah satu gagasan untuk menyelamatkan tanaman kopi dari musim kemarau yang ekstrem.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman turut mendukung berbagai upaya konservasi yang dilakukan masyarakat. Program konservasi yang digagas oleh komunitas setempat mendapat apresiasi, dan Kalurahan Kaliurang Timur sedang dalam proses pendataan sebagai Kampung Hijau yang diharapkan dapat didaftarkan ke Program Kampung Iklim (Proklim) pada tahun 2026.

Di sisi lain, masalah sampah juga menjadi perhatian. TPS darurat yang berada di sisi Kali Boyong berisiko mencemari aliran sungai, sehingga kalurahan bersama masyarakat dan dana desa sedang membangun fasilitas TPS yang lebih aman. Selain itu, program jemput sampah tengah disosialisasikan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah di wilayah tersebut.

Panewu Pakem mengakhiri sesi diskusi dengan ajakan untuk berkolaborasi dalam program penanaman bersama, di mana sekitar 1.000 tanaman akan ditanam secara serempak. Sinergi antar komunitas menjadi kunci utama dalam menyukseskan program konservasi air yang lebih berkelanjutan.(Javlec)