Merajut Edu-ekowisata Watu Payung
|Siapa tak kenal obyek-obyek wana wisata di Yogyakarta? Bagi wisatawan, dipastikan pasti pernah browsing hutan wisata Kalibiru di Kabupaten Kulon Progo. Atau, justru pernah berkunjung di obyek wisata yang terletak dalam hutan kemasyarakatan (HKm) fungsi lindung yang dikelola oleh kelompok tani hutan “Mandiri” tersebut. Saudara kandungnya, “Wana Wisata Watu Payung” KTHKm Sidomulyo III saat ini sedang berkembang.
Perjuangan seorang tokoh HKm yang bernama Bapak Sis Parjan telah membawa hasil yang luar biasa “Wisata Kalibiru” bagi masyarakat sekitar hutan di Desa Hargowilis, Kulon Progo. Sebuah proses panjang yang dimulai sejak 2008 dan baru memberikan hasil signifikan pada tahun 2015. Menampilkan spot-spot foto dengan paronama Bukit Menoreh dan wahana permainan menjadi produk unggulan Kalibiru.
Dengan kondisi perjalanan yang hampir sama, di Kabupaten Gunungkidul sebuah kelompok HKm juga berproses merajut wana wisata untuk dapat memberikan manfaat bagi pemegang izin dan masyarakat sekitarnya. Adalah KTHKm Sidomulyo III, yang terletak di Desa Girisuko, sedang mengembangkan wana wisata edukasi “Watu Payung”.
Obyek wisata ini menyajikan panorama alam lansekap Kali Oya. Hijaunya pepohonan, hamparan sawah, dan Sungai Oya dapat dilihat dari gardu pandang. Di pagi hari, wisatawan dapat menikmati sunrise yang diselimuti kabut lembut pagi. Sedangkan, di sore hari, suasana senja dengan cuaca merah terang di ufuk barat.
“Negeri di atas awan geoforest Watu Payung” panorama pegunungan seribu Gunungkidul yang recommended bagi wisatawan untuk dikunjungi. Dengan tiket masuk Rp 3 ribu rupiah, wisatawan dapat menikmatinya.
Lokasi ini dapat ditempuh dari Kota Yogyakarta sekitar 20 kilometer, atau sekitar 8 kilometer dari Imogiri Bantul. Akses jalan menuju lokasi cukup mudah karena sudah jalan aspal sampai di obyek wisata.
KTHKm Sidomulyo III sebagai pengelola wisata sedang berbenah mempercantik sarana prasarana dan spot-spot foto, merancang paket edukasi dan paket outbound, dan melakukan kerjasama promosi dengan pihak swasta. Dalam bidang sumberdaya manusia, kelompok ini juga sedang berupaya meningkatkan kapasitas dalam aspek manajemen wisata.
Salah satu pihak yang memberikan fasilitasi bantuan teknis tersebut adalah Fakultas Kehutanan UGM, melalui kerjasama proyek dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Dalam pelaksanaannya, Fakultas Kehutanan UGM menggandeng Yayasan Javlec Indonesia untuk melakukan pendampingan masyarakat di Desa Girisuko, khususnya KTHKm Sidomulyo III.
“Kami ini hanya petani, membutuhkan dukungan dari banyak pihak untuk mengembangkan Watu Payung’, kata Iwan Saputra, ketua KTHKm Sidomulyo III. Ditambahkan, bahwa dukungan proyek ini sangat bermanfaat bagi kelompoknya.
Fasilitasi yang diberikan adalah pembaharuan rencana kerja umum HKm, peningkatan kapasitas dalam kelembagaan dan bisnis komunitas, pendampingan penyusunan paket-paket wisata, bantuan promosi, dan integrasi perencanaan hutan dalam perencanaan pembangunan desa. Partisipasi parapihak tingkat desa turut terlibat dalam kegiatan pengembangan Watu payung ini.
Obyek wisata ini menjadi harapan ekonomi bagi KTHKm Sidomulyo III. Bagaimana tidak, skema perhutanan sosial di Petak 108 ini sejak diterimanya IUPHKm tahun 2007 belum juga memberikan manfaat finansial bagi masyarakat sekitar hutan. Terlebih hutan tersebut adalah hutan lindung, yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Geliat upaya membangun wisata Watu Payung baru dimulai pada tahun 2010, dan baru awal tahun 2018 ada kecenderungan wisata ini memberikan peluang untuk dikembangkan. Dengan konsep edu-ekowisata, pengelola wisata merancang pengembangannya.
Pengembangannya tidak dapat dilepaskan dari peranan pemerintah Desa Girisuko. Diperlukan perencanaan wisata Watu Payung yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan desa. Yaitu, integrasi Rencana Kerja Umum (RKU HKm) dengan rencana pembangunan desa (RPJMDesa). Melalui integrasi ini, penguatan perhutanan sosial dapat diwujudkan dan mendapatkan jaminan keberlanjutannya.
“Desa sepenuhnya mendukung pengembangan wisata Watu Payung. Desa dapat memberikan dukungan di bidang pemberdayaan masyarakat dan bidang sarana prasarana wisata. Dengan tetap berpedoman pada aturan-aturan yang ada”, kata Wahyu Setyoningsih selaku Sekretaris Desa Girisuko.
Dengan dukungan dari parapihak dan kerjasama yang saling menguntungkan, Watu Payung dapat berkembang. Tentunya, dengan penguatan kelembagaan bisnis komunitas dan peningkatan kapasitas bagi masyarakat sekitar hutan untuk membuka wawasan tentang pengelolaan wana wisata di desanya.
Diharapkan, Watu Payung dapat berkembang seperti “saudara kandung” Wisata Kalibiru. Yaitu, perhutanan sosial yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar hutan. (ewn)