Pekan Raya Perhutanan Sosial

Javlec, tanggal 7 dan 8 Maret lalu mengikuti Pekan Raya Perhutanan Sosial di Hotel Emersia, Bandar lampung. Ratusan pegiat kehutanan dari berbagai Indonesia hadir di acara yang dibuka oleh Mentri Kehutanan Zulkifli Hasan. Acara tersebut bertujuan mempercepat usaha pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Apabila dibandingkan luas hutan negara yang dikelola perusahaan, jumlah hutan negara yang dikelola oleh masyarakat jauh lebih sedikit.


Selama dua hari, selasar Hotel Emersia berubah menjadi stan-stan yang menyajikan hasil hutan. Mulai dari madu dan mete Flores, sutra dari Sulawesi Selatan, Madu dan Kopi Lampung, hingga tas dan sepatu dari bambu. Pengunjung menyerbu untuk membeli barang tersebut sebagai oleh-oleh. Salah satunya Indarto, petani Hutan Kemasyarakatan dari Yogyakarta membeli tasbih yang terbuat dari kayu gaharu. “Kayu ini mahal dan susah didapat di pasaran. Sekilo bisa sampai jutaan. Di sini ada yang sudah dibuat dalam bentuk tasbih dan harganya masih terjangkau.” Berbagai lembaga juga membagikan informasi mengenai pengelolaan hutan bersama masyarakat dalam bentuk buklet, buku, dan film.

Berbagai praktisi kehutanan dan kepala daerah memaparkan mengenai praktek kehutanan masyarakat yang ada di berbagai wilayah.  Untuk menyebarkan mengenai praktek perhutanan sosial. Pada hari kedua panitia mengadakan press tour ke salah satu lokasi Hutan Kemasyarakatan. Rombongan wartawan dari media massa nasional melihat langsung hutan lindung di Pegunungan Ulu Belu. Masyarakat yang tadinya merambah hutan, mulai mengelola hutan dengan sistem Hutan Kemasyarakatan sejak tahun 2000. Semenjak itu, masyarakat menanam kopi dan memperoleh penghasilan darinya. Mereka bahkan bisa menyekolahkan ana-anaknya hingga perguruan tinggi. Kopi yang tadinya dibeli dengan harga rendah oleh tengkulak, kini mulai dibeli dengan harga sesuai pasaran dunia oleh Perusahaan Kopi Ulu Belu.

Add a Comment